Berkunjung ke Musium Benteng Vredeburg
Perjalanan
dilanjutkan dengan menuju ke Obyek
Wisata di dalam kota yaitu Museum
benteng Vredeburg. Musium ini
berada di Ngupasan, Gondomanan, Yogyakarta.
Sebelum
masuk ke Musium Benteng Vredeburg ini
maka terlebih dahulu
diberikan pengarahan tentang
musium ini.
Ketika memasuki arena ini
banyak sekali patung yang menghiasi halaman depan gedung. Gedung terdiri
dari 4 buah yang masing – masing dipasang sebagai catatan sejarah
perjuangan dari masa pra
kemerdekaan. Diorama-diorama banyak
dipajang sebagai pelengkap informasi yang disampaikan kepada bangsa Indonesia. Beberapa ahli
yang terlibat dalam
pembangunan musium ini diaantaranya ahli
arsitektur, ahli kepurbakalaan juga dari seniman pelukis atau pematung.
Sekilas tentang Musium Benteng
Vredeburg Yogyakarta Musium Beteng
Vredeburg) adala sebuah benteng yang terletak
di depan Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Sekarang, benteng ini menjadi sebuah museum. Di sejumlah
bangunan di dalam benteng ini terdapat diorama mengenai sejarah Indonesia.
Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait
erat dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan
perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan
Hamengku Buwono I kelak) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu
ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu.
Melihat kemajuan yang sangat pesat akan kraton
yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak
Belanda mengusulkan kepada sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Pembangunan tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut maksud Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dapat dikatakan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusuhi Belanda.
Belanda mengusulkan kepada sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Pembangunan tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut maksud Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dapat dikatakan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusuhi Belanda.
Besarnya
kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap
perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan
oleh setiap pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk
pula Sri Sultan Hamengku Buwono I. Oleh karena itu permohonan izin Belanda
untuk membangun benteng dikabulkan.
Masa Jepang
Tanggal 7 Maret 1942, pemerintah Jepang
memberlakukan UU nomor 1 tahun 1942 bahwa kedudukan pimpinan daerah tetap diakui tetapi berada di bawah pengawasan Kooti Zium Kyoku Tjokan (Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Tjokan Kantai (Gedung Agung). Pusat kekuatan tentara Jepang disamping ditempatkan di Kotabaru juga di pusatkan di Benteng Vredeburg. Tentara Jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempeitei yaitu tentara pilihan yang terkenal keras dan kejam.
memberlakukan UU nomor 1 tahun 1942 bahwa kedudukan pimpinan daerah tetap diakui tetapi berada di bawah pengawasan Kooti Zium Kyoku Tjokan (Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Tjokan Kantai (Gedung Agung). Pusat kekuatan tentara Jepang disamping ditempatkan di Kotabaru juga di pusatkan di Benteng Vredeburg. Tentara Jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempeitei yaitu tentara pilihan yang terkenal keras dan kejam.
Disamping itu benteng Vredeburg juga digunakan
sebagai tempat penahanan bagi tawanan orang Belanda maupun Indo Belanda yang
ditangkap. Juga kaum politisi Indonesia yang berhasil ditangkap karena
mengadakan gerakan menentang Jepang.
Guna mencukupi kebutuhan senjata, tentara
Jepang mendatangkan persenjataan dari Semarang. Sebelum dibagikan ke pos-pos
yang memerlukan terlebih dulu di simpan di Benteng Vredeburg. Gudang mesiu
terletak di setiap sudut benteng kecuali di sudut timur laut. Hal itu dengan
pertimbangan bahwa di kawasan tersebut keamanan lebih terjamin. Penempatan
gudang mesiu di setiap sudut benteng dimaksudkan untuk mempermudah disaat
terjadi perang secara mendadak.
Penguasaan
Jepang atas Benteng Vredeburg berlangsung dari tahun 1942 sampai dengan tahun
1945, ketika proklamasi telah berkumandang dan nasionalisasi bangunan-bangunan
yang dikuasai Jepang mulai dilaksanakan. Selama itu meskipun secara de facto
dikuasai oleh Jepang tetapi secara yuridis formal status tanah tetap milik
kasultanan.
Dari uraian itu dapat dikatakan bahwa pada masa
pendudukan Jepang (1942-1945) bangunan benteng Vredeburg difungsikan sebagai
markas tentara Kempeitei, gudang mesiu dan rumah tahanan bagi orang Belanda dan
Indo Belanda serta kaum politisi RI yang menentang Jepang.
Masa Kemerdekaan
1945-1970-an
Keadaan
pada masa 1945 sampai dengan tahun 70-an dipaparkan dalam tulisan ini. Ketika ada berita tentang proklamasi kemerdekaan
Indonesia disambut dengan perasaan lega oleh seluruh rakyat Yogyakarta.
Ditambah dengan keluarnya Pernyataan Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Pernyataan 5 September 1945) yang kemudian
diikuti oleh Sri Paku Alam VIII yang berisi dukungan atas berdirinya negara
baru, Negara Republik Indonesia, maka semangat rakyat semakin berapi-api.
Sebagai
akibatnya terjadi berbagai aksi spontan seperti pengibaran bendera Merah Putih,
perampasan bangunan dan juga pelucutan senjata Jepang. Masih kuatnya pasukan
Jepang yang berada di Yogyakarta, menyebabkan terjadinya kontak senjata seperti
yang terjadi di Kotabaru Yogyakarta. Dalam aksi perampasan gedung ataupun
fasilitas lain milik Jepang, Benteng Vredeburg juga menjadi salah satu sasaran
aksi.
Setelah benteng dikuasai oleh pihak RI untuk
selanjutnya penanganannya diserahkan kepada instansi militer yang kemudian
dipergunakan sebagai asrama dan markas pasukan yang tergabung dalam pasukan
dengan kode Staf “Q” dibawah Komandan Letnan Muda I Radio, yang bertugas
mengurusi perbekalan militer. Oleh karena itu tidak mustahil bila pada periode
ini Benteng Vredeburg disamping difungsikan sebagai markas juga sebagai gudang
perbekalan termasuk senjata, mesiu, dan sebagainya. Pada tahun 1946 di dalam
komplek Benteng Vredeburg didirikan rumah sakit tentara untuk melayani korban
pertempuran. Namun dalam perkembangannya rumah sakit tersebut juga melayani
tentara beserta keluarganya.
Ketika tahun 1946 kondisi politik Indonesia
mengalami kerawanan di saat perbedaan persepsi akan arti revolusi yang sedang
terjadi. Meletuslah peristiwa yang dikenal dengan “Peristiwa 3 Juli 1946”,
yaitu percobaan kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Mayor Soedarsono. Karena
usaha tersebut gagal maka para tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut
seperti Mohammad Yamin, Tan Malaka dan Soedarsono ditangkap. Sebagai tahanan
politik mereka pernah ditempatkan di Benteng Vredeburg.
Pada masa Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948) Benteng Vredeburg yang
waktu itu dijadikan markas militer RI menjadi sasaran pengeboman
pesawat-pesawat Belanda. Kantor Tentara Keamanan Rakyat yang berada di dalamnya hancur. Setelah
menguasai lapangan terbang Maguwo, tentara Belanda yang tergabung dalam Brigade
T pimpinan Kolonel Van Langen berhasil menguasai kota Yogyakarta, termasuk
Benteng Vredeburg. Selanjutnya Benteng Vredeburg dipergunakan sebagai markas
tentara Belanda yang tergabung dalam IVG (Informatie voor Geheimen),
yaitu dinas rahasia tentara Belanda. Di samping itu Benteng Vredeburg juga
difungsikan sebagai asrama prajurit Belanda dan juga dipakai untuk menyimpan
senjata berat seperti tank, panser dan kendaraan militer lainnya.
Ketika terjadi Serangan Umum 1 Maret 1949, sebagai usaha untuk menunjukkan kepada dunia
internasional bahwa RI bersama dengan TNI masih ada, Benteng Vredeburg menjadi
salah satu sasaran di antara bangunan-bangunan lain yang dikuasai Belanda seperti
kantor pos, stasiun kereta api, Hotel Toegoe, Gedung Agung, dan tangsi Kotabaru. Kurang lebih
6 jam kota Yogyakarta dapat dikuasai oleh TNI beserta rakyat pejuang. Baru
setelah bala bantuan tentara Belanda yang didatangkan dari Magelang tiba ke
Yogyakarta, TNI dan rakyat mundur ke luar kota dan melakukan perjuangan gerilya.
Setelah Belanda
meninggalkan kota Yogyakarta, Benteng Vredeburg dikuasai oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia). Kemudian
pengelolaan benteng diserahkan kepada Militer Akademi Yogyakarta. Pada waktu
itu Ki Hadjar
Dewantara pernah mengemukakan gagasannya agar Benteng Vredeburg dimanfaatkan sebagai
ajang kebudayaan. Akan tetapi gagasan itu terhenti karena terjadi peristiwa
“Tragedi Nasional” Pemberontakan G 30 S tahun 1965.
Waktu itu untuk sementara Benteng Vredeburg digunakan sebagai tempat tahanan
politik terkait dengan peristiwa G 30 S yang langsung berada di bawah
pengawasan Hankam.
Rencana pelestarian bangunan Benteng Vredeburg
mulai lebih terlihat nyata setelah tahun 1976 diadakan studi kelayakan bangunan
benteng yang dilakukan oleh Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Setelah diadakan penelitian maka
usaha ke arah pemugaran bangunan bekas Benteng Vredeburg pun segera
dimulai.
Tahun 1977–1992
Dalam
periode ini status penguasaan dan pengelolaan benteng pernah diserahkan dari
pihak HANKAM kepada Pemerintah Daerah Yogyakarta. Tanggal 9 Agustus 1980
diadakan penandatanganan piagam perjanjian tentang pemanfaatan bangunan bekas
Benteng Vredeburg oleh Sri Sultan HB IX (pihak I) dan Mendibud Dr. Daoed Joesoef (pihak II).
Pada periode ini Benteng Vredeburg pernah
dipergunakan sebagai ajang
Jambore Seni (26 – 28 Agustus 1978), Pendidikan dan latihan Dodiklat POLRI. Juga pernah dipergunakan sebagai markas Garnisun 072 serta markas TNI AD Batalyon 403. Meski demikian secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan.
Jambore Seni (26 – 28 Agustus 1978), Pendidikan dan latihan Dodiklat POLRI. Juga pernah dipergunakan sebagai markas Garnisun 072 serta markas TNI AD Batalyon 403. Meski demikian secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan.
Dengan pertimbangan bahwa bangunan bekas
Benteng Vredeburg tersebut merupakan bangunan bersejarah yang sangat besar
artinya maka pada tahun 1981 bangunan bekas Benteng Vredeburg ditetapkan
sebagai benda cagar budaya berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981.
Tentang pemanfaatan bangunan Benteng Vredeburg,
dipertegas lagi oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (Mendikbud RI) tanggal 5 November 1984 yang
mengatakan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai
museum perjuangan nasional yang pengelolaannya diserahkan kepada Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Piagam perjanjian serta surat Sri Sultan
Hamengku Buwono IX Nomor 359/HB/85 tanggal 16 April 1985 menyebutkan bahwa
perubahan-perubahan tata ruang bagi gedung-gedung di dalam kompleks benteng
Vredeburg diijinkan sesuai dengan kebutuhan sebagai sebuah museum. Untuk
selanjutnya dilakukan pemugaran bangunan bekas benteng dan kemudian dijadikan
museum. Tahun 1987 museum telah dapat dikunjungi oleh umum.
Melalui Surat
Keputusan Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan nomor
0475/O/1992 tanggal 23 November 1992 secara resmi Benteng Vredeburg menjadi
Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.
Untuk
meningkatkan fungsionalisasi museum ini maka mulai tanggal 5 September 1997
mendapat limpahan untuk mengelola Museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman
Yogyakarta, dari Museum Negeri Propinsi DIY Sonobudoyo. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal
5 Desember 2003 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana
Teknis yang berkedudukan di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang
Sejarah dan Purbakala.
Selanjutnya Sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember
2003 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mempunyai Kedudukan, Tugas Pokok dan
Fungsi yaitu sebagai museum khusus merupakan Unit Pelaksana Teknis yang
berkedudukan di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang Sejarah dan
Purbakala yang bertugas melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan,
penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberikan bimbingan
edukatif kultural mengenai benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di
wilayah Yogyakarta.
Semoga dengan memasuki Musium Vredeburg ini dapat
menambah wawasan dan cinta
tanah air untuk bisa berbakti
kepada negara tercinta
ini. Setelah puas menelusuri Musium Benteng Vredeburg, maka para siswa masuk ke Gedung Pintar. ** (azkos-HJ)
Bersambung
Sukajaya,
Desember 2015 (Rabi’ul Awal 1437.H)
Referensi :
https://id.wikipedia.org
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !